BAB. 2
ETIKA BISNIS dan PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL
Etika menurut Velasquez (2005: 7) merupakan studi standar moral
yang bertujuan menentukan sejauh mana dapat menentukan standar benar dan salah
atau baik dan jahat.
Sedangkan menurut Ebert dan Griffin, Etika merupakan keyakinan
mengenai tindakan yang benar dan yang salah atau tindakan yang baik dan yang
buruk, yang mempengaruhi hal lainnya.
Perilaku Etis merupakan perilaku yang mencerminkan keyakinan
perseorang-an dan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan
dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik.
Perilaku Tidak Etis, adalah perilaku yang menurut keyakinan
perseorangan dan norma-norma sosial dianggap salah atau buruk.
A.
ETIKA
BISNIS
Etika Individual
Etika dapat bervariasi karena didasarkan atas konsep sosial dan
keyakinan perseorangan, yang meliputi; satu orang ke satu orang lainnya, dari
satu situasi ke situasi lainnya serta dari satu budaya ke budaya lainnya.
Cakupan standar sosial, misalnya, cenderung cukup mendukung beberapa perbedaan keyakinan. Tanpa melanggar
standar umum suatu budaya, individu dapat mengembangkan kode etik pribadi yang
mencerminkan beragam sikap dan keyakinan.
Dengan demikian perilaku etis dan tidak etis,
ditentukan oleh individu dan sebagian ditentukan oleh budaya.
Ambiguitas, Hukum dan Dunia Nyata, masyarakat
umumnya menerapkan undang-undang formal yang mencerminkan standar etis atau
norma sosial yang berlaku. Sebagai contoh, karena kebanyakan orang menganggap
pencurian merupakan perilaku tidak etis, kita mempunyai undang-undang melawan
perilaku tersebut dan cara menghukum orang yang mencuri. Kita berupaya membuat
undang-undang yang tidak bersifat ambigu, namun penafsiran dan penerapannya
dapat menyebabkan ambiguitas. Situasi dunia nyata sering dapat ditafsirkan berbeda
dan menerapkan aturan baku ke dunia nyata tidak selalu mudah.
Kode dan Nilai Individu, Bagaimana kita berhadapan dengan perilaku
bisnis yang tidak etis, khususnya yang bersifat ambigu secara hukum ? Jelas
kita harus mulai dengan individu-individu dalam bisnis – manajer, karyawan,
agen dan perwakilan hukum lainnya. Kode etik pribadi masing-masing orang,
ditentukan oleh kombinasi sejumlah faktor. Dimulai dengan terbentuknya standar
etis sebagai seorang anak dan tanggapannya atas perilaku orang tua dan orang
dewasa lainnya. Kemudian masuk sekolah, dimana kita dipengaruhi teman-teman
sekolah dan ketika tumbuh dewasa, pengalaman hidup membentuk kita dan
berkontribusi pada keyakinan etis dan perilaku kita. Kita juga mengembangkan
nilai-nilai dan moral yang berkontribusi pada standar etis. Jika kita
menempatkan standar pendapatan financial pada puncak daftar prioritas kita,
maka kita bisa mengembangkan satu kode etik yang mendukung pengejaran
kenikmatan material. Tetapi jika kita menempatkan keluarga dan teman sebagai
prioritas, maka kita akan menganut standar yang berbeda.
Etika Binis
Etika Bisnis adalah istilah yang biasanya
berkaitan dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau
pemilik suatu organisasi.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan institusi dan perilaku bisnis.
Perusahaan bisnis merupakan institusi ekonomi yang utama yang digunakan orang
dalam masyarakat modern untuk melaksanakan tugas memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa. Etika bisnis merupakan studi standar formal
dan bagaimana standar itu diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam
organisasi perusahaan tersebut. Studi ini tidak hanya mencakup analisis norma
moral dan nilai moral, namun juga berusaha mengaplikasikan
kesimpulan-kesimpulan analisis tersebut ke beragam institusi, teknologi,
transaksi, aktivitas dan usaha-usaha yang disebut bisnis.
Velasquez (2002) membedakan masalah yang
dipelajari dalam etika bisnis menjadi 3 macam :
Permasalahan Sistemik; dalam etika bisnis
adalah pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik,
hukum dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi. Tingkatan ini
mencakup pertanyaan mengenai moralitas kapitalisme atau hukum, regulasi,
struktur industri dan praktek sosial dimana bisnis dijalankan.
Permasalahan Perusahaan (Korporasi); dalam etika bisnis
adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam perusahaan tertentu.
Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan,
praktek dan struktur organisasional perusahaan individual secara keseluruhan
Permasalahan Individu; dalam etika bisnis
adalah pertanyaan etis yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan.
Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan
karakter individual.
Pada tahun 1997,
sebuah perusahaan Amerika, bernama Tyco secara efektif menjual dirinya dalam
merger dengan perusahaan yang bernama ADT Ltd. ADT lebih kecil dari Tyco,
tetapi karena perusahaan induk barunya itu berbasis di wilayah tanpa pajak
Bermuda. Tyco tidak lagi harus membayar pajak Amerika atas pendapatan non-AS.
Pada tahun 2000 – 2001, jumlah cabang-cabang Tyco di negara-negara yang “ramah
pajak” menjadi dua kali lipat yaitu dari 75 menjadi 150 dan perusahaan menghindari
tagihan pajak Amerika Serikat tahun 2001 sebesar $.600 juta. “Tyco” keluh
seorang aggota senat Amerika, “telah melakukan seni menghindari pajak,” namun
seorang ahli pajak berpendapat bahwa skema Tyco, sangat konsisten dengan
peraturan pajak (AS).
Etika Manajerial
Merupakan standar perilaku yang memandu
manajer dalam pekerjaan mereka. Etika ini digolongkan dalam 3 kategori :
Perilaku terhadap karyawan; kategori ini meliputi materi, seperti, merekrut dan
memecat, menentukan kondisi upah dan kerja,
serta memberikan privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa
keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan
karyawan melakukan pekerjaan. Manajer yang mendiskriminasi orang dengan ras
tertentu atau suku tertentu dalam perekrutan menunjukkan perilaku yang tidak
etis dan melawan hukum (ilegal). Tetapi bagaimana dengan manajer yang merekrut
teman atau sanak keluarga ketika masih ada orang lain yang lebih memenuhi
syarat? Keputusan ini mungkin tidak melawan hukum, namun secara etis tidak
dapat diterima.
Upah dan kondisi kerja, walaupun diatur oleh
undang-undang, juga merupakan bidang yang kontroversial. Bayangkan situasi di
mana seorang manajer membayar seorang pekerja kurang dari selayaknya, karena ia
tahu bahwa karyawan itu membutuhkan kerja atau tidak bisa mengeluh lantaran
takut diberhentikan.
Walaupun beberapa orang akan melihat perilaku
itu tidak etis, yang lain akan melihatnya sebagai taktik bisnis yang cerdas.
Kasus-kasus seperti ini cukup sulit dinilai.
Perilaku terhadap organisasi; Isu etis juga muncul dari perilaku karyawan
terhadap majikannya, khususnya dalam kasus seperti konflik kepentingan,
kerahasiaan dan kejujuran.
Konflik Kepentingan, terjadi ketika suatu
aktivitas bisa menguntungkan individu dengan merugikan pihak majikannya. Contoh
: banyak perusahaan memiliki kebijakan dengan melarang bagian pembelian
menerima hadiah-hadiah dari pemasok. Industri-Industri yang bersaing ketat -
perangkat lunak dan mode pakaian - mempunyai penjaga keamanan (safeguard) terhadap
perancang yang menjual rahasia perusahaan ke pesaing.
Masalah yang relatif umum di bidang kejujuran
umumnya mencakup perilaku, seperti, mencuri pasokan, menggelembungkan laporan
biaya, dan menggunakan telepon kantor untuk melakukan panggilan jarak jauh
pribadi. Kebanyakan karyawan sebetulnya jujur, tetapi kebanyakan organisasi
tidak pernah waspada. Enron merupakan contoh yang tepat dari perilaku karyawan
yang tidak etis terhadap perusahaan. Para manajer puncak tidak hanya
menyalahgunakan asset perusahaan, tetapi mereka sering kali menjerumuskan
perusahaan pada usaha-usaha yang berisiko dan kepentingan pribadi.
Perilaku terhadap Agen Ekonomi lainnya; Etika juga tampil dalam hubungan antara perusahaan dan
karyawannya dengan apa yang disebut agen kepentingan primer (primary agents of
interest) – terutama pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, penyalur dan
serikat pekerja.
Dalam menghadapi agen-agen tersebut, ada
peluang terjadinya ambiguitas etis dalam hampir setiap aktivitas – advertising,
laporan keuangan, pemesanan dan pembelian, tawar menawar dan perundingan serta
hubungan bisnis lainnya.
Sebagai contoh, bisnis dalam industri farmasi
mendapat kritik karena tingginya harga obat. Mereka berargumentasi bahwa harga
obat tinggi karena harga itu harus menutup biaya riset dan pengembangan
(research and development programme) untuk mengembangkan obat-obat baru. Jalan
keluar masalah tersebut tampak jelas; menemukan kesimbangan yang tepat antara
penetapan harga yang wajar dan manipulasi harga (menanggapi kenaikan permintaan
dengan kenaikan harga yang melonjak). Tetapi halnya etika, banyak perbedaan
pandangan tentang bagaimana keseimbangan yang tepat itu.
Bidang lain yang dewasa ini menjadi perhatian
adalah laporan keuangan, khususnya pada perusahaan-perusahaan berteknologi
tinggi. Beberapa perusahaan sangat agresif dalam menyajikan laporan posisi
keuangan mereka secara positif dan di beberapa kasus terlalu menekankan
proyeksi pendapatan untuk memikat lebih banyak investor.
Kegiatan ini berperan penting dalam kasus
Enron :
Ø
Para pejabat senior terus membuat para investor mengira,
perusahaan sanggup membayar hutang-hutangnya, sehingga lama setelahnya, baru
mereka menyadari bahwa perusahaan sedang dililit masalah serius.
Ø
Perusahaan tersebut melanggar sejumlah aturan negara
selama krisis energi, yang menyebabkan penderitaan dan ketidaknyamanan jutaan
konsumen.
Ø
Kemitraannya dengan perusahaan lain banyak melanggar
aturan keterbukaan dan kejujuran, mengakibatkan kerugian bagi perusahaan lain
dan karyawan mereka.
Masalah lainnya adalah variasi global dalam
praktek bisnis. Di banyak negara, suap merupakan isu bisnis yang umum. Sebagai
contoh, sebuah perusahaan penghasil daya listrik, kehilangan kontrak senilai $.
320 juta di Timur Tengah karena menolak membayar suap. Sebuah perusahaan Jepang
melakukan itu dan mendapatkan kontrak tersebut.
B.
MENILAI PERILAKU ETIS
Apa yang membedakan perilaku etis dari
perilaku tidak etis, kadang kala bersifat subjektif dan mengundang perbedaan
pendapat. Jadi bagaimana seseorang dapat memutuskan apakah suatu tindakan atau
keputusan itu etis.
Model tiga
langkah yang disederhanakan untuk menerapkan penilaian etis :



![]() |
![]() |
1.
Mengumpulkan informasi faktual yang relevan,
2.
Menganalisa fakta-fakta untuk menentukan nilai moral yang
paling tepat
3.
Melakukan penilaian etis berdasarka kebenaran atau
kesalahan terhadap aktivitas atau kebijakan yang aka kita nilai tersebut.
Proses ini tidak selalu mulus. Bagaimana
bila, fakta-faktanya tidak jelas, Bagaimana jika tidak ada nilai moral yang
telah disetujui bersama ?
Apapun
yang terjadi, penilaian dan keputusan tetap harus dibuat. Para ahli
mengemukakan bahwa jika tidak, rasa percaya akan hilang, sementara rasa percaya
sangat diperlukan dalam transaksi bisnis apapun.
Agar dapat menilai suatu etika perilaku
secara lebih mendalam, kita membutuhkan persfektif yang lebih kompleks. Untuk
mengilustrasikan persfektif itu, mari kita tinjau dilema yang umum dihadapi
para manajer mengenai laporan pengeluaran mereka. Perusahaan secara rutin
menyediakan dana untuk pengeluaran yang berkaitan dengan kerja – biaya hotel,
makan, sewa mobil, atau taksi – apabila mereka melakukan perjalanan bisnis atau
menjamu klien untuk tujuan bisnis. Para karyawan diharapkan mengklaim hanya
untuk pengeluaran yang akurat dan berkaitan dengan pekerjaannya.
Contoh ; seorang manajer mengajak kliennya
makan malam saat bepergian untuk tujuan bisnis dan mengeluarkan $.100 untuk
makan malam itu, maka menyerahkan bon pada perusahaan agar dapat diganti
(reimburse) sebesar $.100 merupakan tindakan yang jelas akurat dan tepat. Akan
tetapi, jika manajer tersebut mengeluarkan $.100 untuk makan malam berikutnya
pada kota yang sama dengan seorang sahabat semata-mata untuk tujuan sosial.
Apabila ia menyerahkan bon tersebut untuk mendapatkan penggantian sepenuhnya,
maka tindakannya itu tidak etis. Akan tetapi, beberapa manajer berfikir bahwa
menyerahkan bon makan malam dengan teman adalah hal yang biasa atau barangkali
mereka berpendapat bahwa gaji mereka kurang besar sehingga mereka dapat
membatasi pengeluaran pribadi mereka dari hal-hal seperti itu.
Norma-norma etis juga muncul dalam kasus
seperti ini, perhatikanlah empat (4) norma dan persoalan yang ditimbulkannya.
Ø
Kegunaan (utility) : Apakah suatu tindakan mengoptimalkan
keuntungan mereka yang dipengaruhi oleh tindakan tersebut ?
Ø
Hak (rights) : Apakah tindakan itu menghargai hak-hak
orang yang terlibat ?
Ø
Keadilan (justice) : Apakah tindakan itu konsisten dengan apa
yang kita anggap adil.
Ø
Kepedulian (caring) : Apakah tindakan itu konsisten dengan
tanggungjawab masing-masing pihak kepada pihak lainnya.
Memadukan Utilitas, Hak, Keadilan dan Kepedulian; Saat ini tidak ada teori moral komprehensif
yang mampu menentukan dengan tepat, kapan pertimbangan utilitarian dianggap
lebih penting dibandingkan atas hak, keadilan ataupun kepedulian atau
perhatian. Demikian juga, tidak ada
aturan universal yang mampu mengatakan, kapan pertimbangan-pertimbangan keadilan
dianggap lebih penting dibandingkan pertimbangan hak ataupun kepedulian. Para
ahli belum sependapat atas aturan-aturan absolut dalam membuat penilaian.
Sejauh ini, pendekatan etika yang telah
dibahas semuanya difokuskan pada tindakan sebagai pokok permasalahan etika dan
mengabaikan karakter pelaku tindakan itu sendiri. Akan tetapi, masalah utama
yang muncul dalam beberapa kasus bukanlah baik-buruknya suatu tindakan, namun
sifat karakter manusia yang tidak sempurna. Banyak ahli etika yang mengkritik
asumsi bahwa tindakan merupakan pokok persoalan utama dalam etika. Etika,
menurut mereka, tidak bisa hanya melihat jenis tindakan pelakunya (agen), namun
juga harus memerhatikan jenis karakternya. Fokus pada “pelaku” (siapa dia),
berbeda dengan fokus pada “tindakan”
(apa yang dia lakukan) akan mampu menunjukkan dengan cermat karakter seseorang
termasuk diantaranya, apakah karakter tersebut lebih mengarah pada kebaikan
atau keburukan. Pendekatan etika lain yang lebih baik, menurut para ahli etika
ini, haruslah mempertimbangkan aspek kebaikan (misalnya; kejujuran, keberanian,
keteguhan, integritas, belas kasih, pengendalian diri) dan keburukan (misalnya;
sikap tidak jujur, kejam, serakah, tidak punya integritas, pengecut) sebagai
awalan penting dalam penalaran etika. Kebaikan dapat dilihat sebagai suatu
perspektif yang bertujuan sama dengan ke-empat pendekatan sebelumnya, namun
dari sudut pandang yang berbeda.
Dalam hal ini, prinsip utilitas, hak,
keadilan dan kepedulian memberikan kesimpulan dari perspektif evaluasi
tindakan, sementara etika kebaikan memberikan kesimpulan dari perspektif
evaluasi karakter.
Sekarang kembalilah ke kasus laporan biaya
yang melambung. Sementara norma kegunaan (utility) mengetahui bahwa manajer
mendapat manfaat dari laporan penggelembungan laporan biaya, sedangkan pihak
lainnya, seperti teman sekerja dan pemilik perusahaan tidak mendapatkan manfaat
apa-apa. Demikian pula, sebagian ahli akan setuju bahwa tindakan tersebut tidak
menghargai hak orang lain. Selain itu hal tersebut jelas-jelas tidak adil dan
bertentangan dengan tanggung jawab manajer tersebut kepada pihak lain. Jadi,
tindakan itu jelas-jelas tidak etis.
|
|
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
|
|||||||
![]() |
|||||||



![]() |
|||||||||||||
![]() |
![]() |
![]() |
|||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|
Gambar di atas, memberikan mekanisme untuk
mempertimbangkan kondisi unik – kondisi yang diterapkan hanya pada situasi
tertentu saja.
Contoh : andaikan seorang manajer kehilangan
bon makan malam bisnis tetapi menyimpan bon lain dari makan malam dengan
temannya. Beberapa orang akan berpendapat bahwa boleh-boleh saja menyerahkan
bon yang tidak sah itu, karena sang manajer hanya melakukannya untuk
mendapatkan penggantian (defensif). Akan tetapi, ada orang yang berpendapat
bahwa menyerahkan bon yang salah tetap termasuk tindakan yang dalam situasi
apapun juga.
Kita tidak akan membuat keputusan untuk kasus
itu. Untuk tujuan kita, kita hanya membuat poin “perubahan situasi dapat
membuat persoalan menjadi lebih atau kurang jelas.”
C.
PRAKTEK-PRAKTEK PERUSAHAAN DAN ETIKA BISNIS
1. Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Perusahaan multinasional adalah perusahaan
yang menjalankan proses manufaktur, pemasaran, jasa dan operasi administratif
di banyak negara. Dengan kehadirannya di banyak negara, perusahaan
multinasional cenderung menjadi sangat besar dalam mengambil modal, bahan
mentah dan tenaga kerja dari mana pun di negara-negara di dunia ini yang
biayanya lebih murah, lebih ahli dan mencukupi; serta menggabungkan dan
memasarkan produk mereka di negara mana pun yang menawarkan keuntungan usaha
dan pasarnya masih terbuka luas.
Fakta menunjukkan bahwa manajer perusahaan
multinasional mengalami dilema etika yang tidak dihadapi oleh manajer peusahaan
non multinasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti; karena
kekuatan perusahaan multinasional maka perusahaan dapat memindahkan operasinya
ke negara-negara yang menawarkan tenaga kerja yang lebih murah, mempunyai hukum
yang lebih longgar dan mempunyai perlakuan yang lebih menyenangkan. Kemampuan
ini seringkali memungkinkan perusahaan multi nasional lolos dari kontrol sosial
yang diterapkan oleh negara dan memungkinkan perusahaan multinasional
mempermainkan negara-negara. Misalnya; Hukum lingkungan atau Peraturan serikat
kerja, yang mampu menekan perusahaan domestik tetapi tidak merupakan hambatan
dan dapat menjadi tidak efektif bagi
perusahaan multinasional yang dapat mengancam akan memindahkan operasinya ke
negara lain.
Pada akhirnya, karena perusahaan
multinasional beroperasi di berbagai negara yang berbeda dan karena
negara-negara tersebut tidak mempunyai standar nasional, maka perusahaan
multinasional sering dihadapkan pada keraguan untuk memutuskan norma dan
standar seperti apa yang harus diimplementasikan di dalam operasinya.
Kehadirannya di negara berbeda akan memberikan mereka kesempatan untuk bebas dari
pajak dan kewajiban legal dan sosial lainnya yang digunakan oleh pemerintah
lokal untuk mengontrol aktifitas mereka. Karena beroperasi di negara-negara
yang tingkat perkem-bangannya, norma serta standar yang berbeda-beda, mereka
harus menentukan risiko dan standar manakah yang etis layak untuk negara
tertentu. Dengan demikian, manajer perusahaan multinasional kadang berhadapan
dengan dilema antara memilih kebutuhan dan kepentingan ekonomi bisnis mereka
atau kebutuhan dan kepentingan ekonomi negara setempat.
2. Penggunaan Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi terdiri atas metode, proses dan
alat yang ditemukan manusia untuk memanipulasi lingkungan mereka. Perkembangan
dunia bisnis, tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi.
Sebelum Revolusi Industri (abad 18), sebagian
besar bisnis adalah organisasi kecil yang beroperasi pada pasar lokal yang
dipimpin oleh pemilik yang mengawasi pekerja yang relatif kecil yang membuat
barang dengan tangan. Revolusi Industri membawa bentuk baru, yaitu mesin
produksi, yang memungkinkan bisnis untuk membuat barang dalam jumlah besar
untuk dikirim dan dijual di pasar nasional. Perubahan seperti ini, memerlukan
organisasi besar yang mengatur banyak orang yang dimobilisasi untuk proses
output mesin dalam rangkaian yang panjang di pabrik-pabrik raksasa. Akibatnya
adalah korporasi yang besar yang mendominasi ekonomi yang memunculkan
persoalan-persoalan etis bisnis, termasuk kemungkinan eksploitasi pekerja yang
bekerja dengan mesin yang baru dan menghasilkan kerusakan lingkungan.
Teknologi yang berkembang di akhir abad ke-20
mentransformasi masyarakat dan bisnis dan menciptakan potensi problem etis
baru. Yang paling mencolok dalam perkembangan ini adalah revolusi dalam
bioteknologi dan apa yang disebut teknologi informasi, bukan hanya perkembangan
komputer yang sangat pesat, namun juga perkembangan internet, komunikasi
nirkabel, digitalisasi dan banyak teknologi lainnya yang memungkinkan semua
orang untuk menangkap, memanipulasi dan menggerakkan informasi dengan cara baru
yang kreatif. Banyak isu etis, yang diciptakan oleh teknologi informasi,
seperti komputer, terkait dengan privasi. Komputer memungkinkan semua orang
untuk mengumpulkan informasi mendetail tentang individu pada skala yang
sebelumnya tidak mungkin (dengan melacak pengguna internet, daftar pelanggan,
mengumpulkan informasi transaksi kartu kredit, melacak informasi aplikasi
lisensi, catatan bank, kartu kredit, e-mail, memonitor pekerja yang bekerja pada
komputer dan sebagainya). Komputer mempunyai kekuatan secara cepat untuk menghubungkan
informasi tersebut ke data base lain (yang berisi informasi finansial, sejarah
pembelian, alamat, nomor telepon, catatan mengemudi, catatan kejahatan, sejarah
kredit, catatan medis dan akademik dan keanggotaan) serta dapat dengan cepat
memisahkan, memilih atau melacak bagian informasi itu untuk seseorang yang
mempunyai akses ke komputer tersebut. Karena teknologi ini memungkinkan
seseorang untuk mengumpulkan informasi tentang orang lain secara detail dan
secara potensial membahayakan, banyak orang berpendapat bahwa hal itu melanggar
hak akan privasi: hak untuk melarang orang lain mengetahui hal-hal yang
bersifat pribadi.
Teknologi informasi juga memunculkan isu etis
yang sulit tentang hakikat hak atas properti; seperti perangkat lunak komputer,
kode komputer atau jenis data yang lain – teks, angka, gambar, suara – yang
telah diterjemahkan ke dalam file komputer atau jasa komputer (akses ke
komputer atau sistem komputer). Informasi yang dikomputerisasikan (seperti;
program perangkat lunak atau gambar yang di digitalisasikan) dapat disalin
berkali-kali dengan sempurna tanpa mengubah yang asli. Hak properti macam
apakah yang dimiliki seseorang ketika seseorang memiliki salinan ini ? Hak
properti macam apakah yang dimiliki pencipta asli informasi itu dan bagaimana
hak itu berbeda dari hak properti seseorang yang membeli salinannya ? Apakah salah,
jika seseorang membuat salinan tanpa izin pencipta aslinya ketika tidak
mengubah apapun dari yang asli seperti misalnya masuk ke website yang tidak ada
kaitannya dengan pekerjaan seseorang ? Apakah salah, jika secara elektonik
seseorang masuk ke sistem komputer organisasi lain jika orang tersebut tidak
merubah apapun pada sistem itu, namun sekedar “melihat-lihat” saja.
Organisasi berusaha mendorong perilaku etis
dan melarang perilaku tidak etis dengan berbagai cara. Karena manajer dan karyawannya
semakin sering melakukan aktivitas yang tidak etis dan bahkan ilegal di
berbagai perusahaan, maka banyak perusahaan yang mengambil langkah tambahan
untuk mendorong perilaku etis di lingkungan kerja. Banyak diantaranya,
menetapkan aturan main dalam mengembangkan posisi etis yang jelas mengenai cara
perusahaan dan karyawan menjalankan bisnisnya. Bidang yang semakin menjadi
kontroversi yang berkaitan dengan etika
bisnis dan praktek-pratek perusahaan mencakup
privasi e-mail dan komunikasi lain yang terjadi di dalam suatu organisasi
perusahaan.
Langkah tunggal yang paling efektif yang
dapat diambil perusahaan adalah memperlihatkan dukungan manjemen puncak
terhadap tindakan yang etis. Dengan adanya kode etik yang terinci dan seorang
pejabat senior yang memberdayakannya, perusahaan berharap akan tindakan etis
dari para karyawannya. Jadi, dua pendekatan paling umum untuk komitmen
manajemen puncak terhadap praktek bisnis yang etis adalah membuat peraturan
tertulis dan memberlakukan program etika.
Menerapkan Kode Etik Tertulis; Banyak perusahaan menuliskan kode etik
tertulis yang secara formal menyatakan keinginan mereka melakukan bisnis secara
etis. Jumlah perusahaan seperti ini, meningkat pesat dalam kurun waktu tiga
dasawarsa terakhir ini dan kini hampir semua korporasi besar telah memiliki
kode etik tertulis.
Gambar 3.3
Prinsip-prinsip
Inti dan
nilai-nilai
Organisasi

S

![]() |
Gambar di atas mengilustrasikan peranan
penting etika dan nilai (values) yang harus digunakan dalam kebijakan
korporasi. Kita dapat menggunakannya untuk mengetahui cara menyusun pernyataan
etika yang bagus.
Pada dasarnya gambar itu menyarankan bahwa
walaupun strategi dan praktek bisnis bisa sering berubah, bahkan tujuan bisnis
pun kadang-kadang berubah, tetapi prinsip inti dan nilai organisasi harus tetap
bertahan.
Hewlett-Packard, misalnya, memiliki kode etik
tertulis, yang mereka sebut “The HP Way”,
sejak 1957.
Unsur-unsur pentingnya adalah sebagai berikut
:
Ø Kami mempercayai dan menghargai individu.
Ø Kami fokus pada tingkat pencapaian prestasi
dan kontribusi yang tinggi.
Ø Kami menjalankan bisnis kami dengan
integritas tanpa kompromi.
Ø Kami meraih tujuan umum kami melalui kerja
kelompok.
Ø
Kami mendorong fleksibilitas dan inovasi.
Memberlakukan Program Etika; Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan
etis dapat dipelajari berdasarkan pengalaman. Misalnya, dalam satu contoh
klasik beberapa tahun lalu, penyabot perusahaan meracuni kapsul Tylenol, yang
mengakibatkan kematian beberapa konsumen. Karyawan pada Johnson & Johnson,
pembuat Tylenol, mengetahui bahwa tanpa memerlukan instruksi atau pengarahan
dari perusahaan, mereka harus pergi ke rak-rak pengecer dan menarik produk
tersebut secepat mungkin. Dalam retrospeksi, ternyata karyawan tahu bahwa
inilah yang ingin dilakukan perusahaan.
Akan tetapi, dapatkah etika bisnis diajarkan,
baik dalam lingkungan kerja maupun di bangku sekolah ? Tidak mengherankan,
sekolah-sekolah bisnis telah memegang peranan penting dalam perdebatan mengenai
pendidikan etika. Sebagian besar analis setuju bahwa walaupun sekolah-sekolah
bisnis harus tetap mengajarkan masalah-masalah etika di lingkungan kerja,
perusahaanlah yang harus bertanggung jawab penuh dalam mendidik karyawannya. Etika
mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja dan kini semakin banyak
perusahaan melakukan hal tersebut.
D. TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR)
Jika etika mempengaruhi perilaku individu di tempat
kerja, maka Tanggung jawab sosial mengacu pada cara menyeluruh di mana upaya
bisnis untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya kepada individu-individu dan
kelompok-kelompok yang relevan dalam lingkungan sosialnya.
Kelompok-kelompok dan individu-individu yang secara
langsung dipengaruhi oleh praktek-praktek organisasi perusahaan dan mempunyai
kepentingan terhadap kinerja perusahaan adalah para pemangku kepentingan
organisasional (organizational stakeholders). Sedangkan Corporate Social
Responsibility (CSR) atau Tanggung jawab
sosial adalah sebuah konsep yang berhubungan, namun merujuk pada seluruh cara
bisnis yang berupaya menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan pribadi (organizational
stakeholders) dalam lingkungan sosialnya.
Pride (1996) mendefinisikan social responsibility sebagai
perhatian entitas bisnis bahwa aktivitasnya berdampak pada masyarakat dan dapat
memenuhi pertimbangan dalam pengembilan keputusan bisnis.
Ebert dan Griffin (2011) mendefinisikan social
responsibility sebagai usaha suatu bisnis menyeimbangkan komitmennya terhadap
kelompok dan individu dalam lingkungannya, yang meliputi konsumen, bisnis lain,
karyawan, investor dan komunitas lokal.
Model Tanggung Jawab terhadap Stakeholders
Sebagian besar korporasi berusaha bertanggung jawab
kepada pihak yang berkepentingan atas mereka (stakeholders), pertama-tama
berfokus pada lima kelompok utama; pelanggan, karyawan, investor, pemasok dan
komunitas lokal tempat mereka menjalankan bisnisnya. Kemudian mereka dapat
memilih pihak berkepentingan lainnya yang relevan atau penting bagi
organisasinya dan mencoba memenuhi kebutuhan dan pengharapan mereka.
Pelanggan, Bisnis yang bertanggung jawab terhadap pelanggan mereka
berusaha melayani pelanggannya secara wajar dan jujur. Mereka juga mencari cara
untuk menetapkan harga secara wajar, menghargai garansi, memenuhi komitmen
pengiriman pesanan dan mempertahankan kualitas produk yang mereka jual serta
jika memungkinkan memberikan pelayanan ekstra atau lebih dalam usaha menambah
serta mempertahankan pelanggan.
Karyawan, Bisnis yang bertanggung jawab secara sosial terhadap
pekerjanya memperlakukan karyawan dengan adil, menganggap pekerja sebagai
bagian dari tim dan menghormati harga diri dan kebutuhan dasar manusiawi
mereka. Lebih dari itu, banyak perusahaan berupaya keras mencari,
memperkerjakan, melatih dan mempromosikan kelompok minoritas yang memenuhi
kualifikasi kerja.
Investor, Untuk
mempertahankan sikap mental dan tanggung jawabsosial terhadap para investor,
para manajer harus mengikuti prosedur akuntansi yang pantas, memberikan
informasi yang tepat kepada pihak yang berkepentingan mengenai kinerja keuangan
perusahaan dan mengelola perusahaan untuk melindungi hak-hak dan investasi para
pemegang saham. Mereka harus akurat dan terus terang dalam menilai pertumbuhan
dan profitabilitas masa depan serta bahkan menghindari tindakan tidak layak
dalam bidang-bidang yang sensitif, seperti, insider trading, manipulasi harga
saham dan menyembunyikan data keuangan.
Pemasok, Hubungan dengan
para pemasok harus dikelola dengan hati-hati. Sebagai contoh, mungkin mudah
bagi korporasi besar untuk memanfaatkan pemasok dengan menentukan jadwal
pengantaran yang tidak realistis dan mengurangi margin laba dengan cara terus
menerus menekan harga serendah mungkin. Banyak perusahaan kini mengakui
pentingnya perjanjian persekutuan yang saling menguntungkan dengan pemasoknya.
Jadi, mereka memberikan informasi mengenai rencana masa depan, negosiasi jadwal
pengantaran dan harga yang dapat diterima kedua belah pihak.
Komunitas Lokal, Terakhir, sebagian besar bisnis berusaha untuk bertanggung jawab secara
sosial kepada komunitas lokal mereka. Mereka dapat memberi sumbangan
program-program lokal, secara aktif terlibat dalam program-program amal, atau
sekedar berusaha menjadi warga korporasi yang baik dengan meminimalkan damapk
negatif mereka terhadap komunitas.
Model pihak yang berkepentingan dapat pula memberikan
pandangan berguna mengenai perilaku para manajer dalam bisnis internasional.
Khususnya, mereka harus pula mengakui bahwa mereka memiliki bermacam-macam
kelompok kepentingan dalam tiap negara dimana
mereka berbisnis. DaimlerChrysler, misalnya, memiliki pemegang saham tidak
hanya di Jerman tetapi juga Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara lain di
mana saham-sahamnya diperdagangkan secara bebas. Perusahaan itu juga mempunyai
pemasok, karyawan dan pelanggan di berbagai negara. Sama halnya, bisnis
internasional harus juga menunjukkan tanggung jawab mereka dalam area, seperti,
upah, kondisi kerja dan perlindungan lingkungan di negara yang memiliki hukum
dan norma yang berbeda untuk mengatur tanggung jawab tersebut.
Kesadaran Sosial Masa Kini
Kesadaran sosial dan pandangan terhadap tanggung jawab
sosial terus berkembang. Praktek-praktek bisnis dari para wirausahawan, seperti;
John D. Rockefeller, J.P. Morgan dan Cornelius Vanderbilt menimbulkan
kekhawatiran akan penyalahgunaan kekuasaan dan mengakibatkan dibuatnya
undang-undang pertama Amerika Serikat yang mengatur dasar-dasar praktek bisnis.
Pada tahun 1930-an, banyak orang menuduh iklim kerakusan bisnis dan kurangnya
kendali, sebagai penyebab depresi besar. Dari kekacauan perekonomian ini
muncullah undang-undang baru yang menjabarkan perluasan peranan bisnis dalam
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Dari sinilah muncul
konsep akuntabilitas.
Bidang Tanggung Jawab Sosial
Sewaktu mendefinisikan rasa tanggung jawab sosialnya,
perusahaan biasanya menghadapi empat hal yang harus dipertimbangkan: tanggung
jawab terhadap lingkungan, pelanggan, karyawan dan investornya.
Tanggung Jawab terhadap Lingkungan, mengendalikan polusi – masuknya zat-zat berbahaya –
merupakan tantangan besar dalam bisnis kontemporer. Walaupun polusi suara saat
ini semakin menarik kepedulian masyarakat, polusi udara, air dan tanah tetap
menjadi masalah terbesar yang perlu dicari penyelesaiannya baik oleh pemerintah
maupun dunia usaha.
Polusi Udara, terjadi
apabila beberapa faktor bergabung bersama sehingga menurunkan kualitas udara.
Karbon monoksida yang dikeluarkan mobil-mobil menimbulkan polusi udara, seperti
juga, asap dan bahan kimiawi lainnya dari pabrik. Peraturan berupaya mengatur
polusi udara. Di bawah hukum yang baru, banyak perusahaan saat ini diharuskan
memasang alat-alat khusus untuk membatasi polutan yang mereka keluarkan ke
udara. Namun demikian, usaha seperti itu sangat mahal. Polusi udara juga
dikombinasikan dengan masalah, seperti, hujan asam; yang terjadi apabila sulfur
dipompakan ke atmosfer, bergabung dengan zat-zat alami dan jatuh menjadi hujan.
Polusi Air, Air terkena polusi terutama akibat pembuangan
bahan-bahan kimia dan sampah. Selama bertahun-tahun, bisnis maupun kota
membuang sampahnya ke dalam sungai, hulu sungai dan danau, tanpa
mempertimbang-kan konsekuensinya.
Polusi Tanah, Ada dua
masalah :
a.
Bagaimana mengembalikan kualitas tanah yang telah rusak. Tanah dan Air yang
telah dirusak oleh limbah beracun, misalnya, harus dibersihkan dulu karena kita
tetap perlu menggunakannya.
b.
Bagaimana cara mencegah terjadinya kontaminasi di masa mendatang.
Bentuk-bentuk limbah padat baru merupakan penyelesaian
terhadap masalah itu. Limbah yang mudah terbakar, misalnya, dapat dipisahkan
dan digunakan sebagai bahan bakar di alat pemanas industri, serta dekomposisi
dapat dipercepat dengan cara menaruh samapah di tempat yang mengandung
mikro-organisme tertentu.
Pembuangan Limbah Beracun, masalah kontroversial yang utama dalam polusi tanah adalah pembuangan
limbah beracun. Limbah beracun merupakan produk sampingan berbahaya dari proses
menufaktur yang mengandung zat-zat kimia dan/atau radioaktif.
Daur Ulang, - Pengubahan
sampah menjadi produk-produk yang berguna – telah menjadi masalah, tidak hanya
bagi pemerintah daerah, tetapi juga bagi perusahaan-perusahaan yang kegiatannya
banyak menghasilkan limbah. Beberapa produk tertentu, seperti, kaleng dan gelas
minuman alumunium, dapat di daur ualang secara efisien. Produk lainnya, seperti
plastik menimbulkan masalah. Sebagai contoh; plastik berwarna terang, bungkus
detergen dan botol jus harus di daur ulang secara terpisah dari plastik bening
seperti kemasan susu. Sementara itu, sebagian besar tutup botol plastik
mengandung vinyl yang dapat merusak paket daur ulang normal. Meskipun demikian,
banyak komunitas lokal secara aktif mendukung berbagai program daur ulang
termasuk membedakan pembuangan sampah alumunium, plastik, gelas dan kertas
pulp.
Tanggung Jawab terhadap Pelanggan
Perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap
pelanggannya akan kehilangan kepercayaan dan akhirnya akan kehilangan bisnis.
Pemerintah secara aktif mengawasi apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak
dapat dilakukan oleh bisnis-bisnis sehubungan dengan konsumennya. Praktek
bisnis yang tidak etis dan tidak bertanggung jawab terhadap pelanggannya, dapat
dikenakan denda dan hukuman dari pemerintah.
Tanggung jawab sosial terhadap konsumen pada umumnya
terbagi dua kategori : menyediakan produk-produk berkualitas dan menetapkan
harga-harga secara adil. Tentu saja, tingkat kepedulian perusahaan terhadap
tanggung jawab sosial berbeda-beda, seperti juga pendekatan mereka terhadap
tanggung jawab lingkungan. Tetapi, tidak seperti masalah lingkungan, kebanyakan
permasalahan pelanggan tidak memerlukan solusi yang mahal. Sesungguhnya,
sebagian besar masalah dapat dihindari apabila perusahaan mengikuti
praktek-praktek yang telah di atur dan memperhatikan hukum yang berkenaan
dengan hak-hak konsumen.
Hak Konsumen, Banyaknya
perhatian bisnis terhadap tanggung jawab kepada konsumen saat ini dapat
ditelusuri dari peningkatan konsumerisme (yaitu aktivitas sosial yang ditujukan
untuk melindungi hak-hak konsumen dalam persetujuan jual beli dengan dunia
bisnis).
Hak-Hak konsumen, menurut undang-undang federal AS :
Ø
Konsumen memiliki hak atas produk yang aman, Bisnis tidak dapat sengaja
menjual produk-produk yang mereka curigai sudah rusak. Contoh: Pabrik Ban yang menjual Ban yang
rusak.
Ø
Konsumen mempunyai hak mengetahui seluruh aspek yang berkaitan dengan suatu
produk. Contoh: pabrik pakaian saat ini dituntut untuk secara terbuka memberi
tahu semua kain yang digunakan (kapas, sutera, polyester dan lain-lain) dan
instruksi untuk merawat pakaian tersebut (dicuci dengan dry clean, mesin cuci
atau tangan).
Ø
Konsumen mempunyai hak untuk di dengar, Label pada kebanyakan produk yang
dijual dewasa ini mencantumkan nomor telepon, amupun alamat sehingga pelanggan
dapat mengajukan pengaduan atau melakukan penyelidikan.
Ø
Konsumen mempunyai hak untuk memilih apa yang mereka beli, Pelanggan yang
mendapat layanan perbaikan mobil diizinkan untuk mengetahui dan memilih soal
penetapan harga dan garansi pada suku cadang baru versus suku cadang bekas.
Sama halnya, dengan persetujuan dokter mereka, orang memiliki hak untuk memilih
obat bermerek versus produk-produk generik yang mungkin lebih murah.
Ø
Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dalam hal pembelian.
Semua obat-obar resep saat ini tampil dengan informasi yang rinci dan
kemungkinan interaksi dengan obat-obatan lain.
Ø
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan layanan yang ramah. Hak ini tentu
saja sulit untuk diatur dalam undang-undang. Tetapi ketika konsumen menjadi
semakin berpengetahuan, mereka ingin mengadukan layanan yang buruk. Hotline
konsumen dapat juga digunakan untuk menyuarakan isu yang berkaitan dengan
layanan.
Contoh :
American Home Products memberikan contoh pelajaran yang
dapat dipetik sebagai akibat terjadinya pelanggaran atas satu atau lebih
hak-hak konsumennya. Selama tahun 1990-an, perusahaan secara agresif memasarkan
obat yang disebut Pondimin, suatu merek pil diet yang mengandung fenfluramin.
Di tahun 1996 saja, para dokter menuliskan 18 juta resep Pondimin dan
obat-obatan lain yang mengandung fenfluramin. Akan tetapi pada tahun 1997, FDA
melaporkan hubungan antara pil tersebut dengan penyakit jantung. Gugatan class
action diajukan kepada perusahaan itu, bahwa obat tersebut tidak aman dan bahwa
penggunanya tidak diberi informasi yang lengkap mengenai efek sampingan yang
mungkin ditimbulkannya. American Home Products akhirnya diharuskan membayar
$.3,75 miliar kepada orang-orang yang telah menggunakan obat tersebut.
Penetapan Harga yang Tidak Wajar, Mencampuri persaingan dapat juga menjadi bentuk praktek
penetapan harga yang ilegal. Seperti, Kolusi
; yaitu kesepakatan ilegal antara dua perusahaan atau lebih untuk bekerja
sama dalam tindakan yang salah dan Kolusi dapat juga terjadi apabila dua atau
lebih perusahaan setuju untuk bekerja sama dalam tindakan yang salah, seperti,
kolaborasi penetapan harga (price fixing). Departemen Kehakiman Amerika Serikat
menuntut tiga perusahaan farmasi dengan tuduhan secara ilegal mengontrol
pasokan dan harga vitamin di seluruh dunia. Rhone-Poulenc dari Perancis
akhirnya mau bekerja sama dalam penyelidikan tersebut, membantu memecahkan
masalah tersebut, membantu memecahkan kausu tersebut beberapa bula lebih cepat
daripada yang diharapkan dan tidak dikenai denda. Tetapi, F. Hoffman-LaRoche
dari Swiss dikenai denda $.500 juta dan BASF dari Jerman dikenai denda $. 225
juta.
Pada beberapa kondisi, perusahaan juga bisa dituntut
karena melakukan eksploitasi harga (price gouging), yaitu menaikkan harga
sangat tinggi (dan kadang tidak beralasan) untuk mengikuti meningkatnya
permintaan. Sebagai contoh, ketika penduduk yang tinggal di daerah pinggir
pantai mendapat peringatan mengenai akan terjadinya angin puting beliung,
mereka mengumpulkan air mineral botolan serta baterai dan para pedagang
memanfaatkan hal ini dengan menaikkan harga setinggi mungkin.
Etika dalam Periklanan, dalam tahun-tahun terakhir ini terdapat peningkatan perhatian pada etika
dalam periklanan maupun dalam informasi produk. Karena adanya potensi salah
interpretasi dalam kata dan ungkapan, seperti ringan (light), pengurangan
kalori (reduced calorie), diet dan rendah lemak (low fat), maka produsen
makanan saat ini diminta menggunakan format standar dalam memberikan informasi
bahan-bahan yang terkandung dalam kemasan produk. Demikian pula, kontroversi
muncul pada tahun 2001 ketika terungkap bahwa Sony secara harfiah menciptakan
kritik film yang sangat positif terhadap film-film yang diluncurkan oleh unit
Columbia Pictures milik Sony Studio tersebut secara rutin telah menggunakan
kutipan-kutipan bersemangat dari seorang kritikus fiktif dalam mengiklankan
film terbarunya. Setelah majalah Newsweek melaporkan apa yang terjadi, Sony
cepat-cepat menghentikan praktek itu dan meminta maaf.
Persoalan lain berkaitan dengan iklan yang menurut
beberapa konsumen dianggap tidak dapat diterima secara moral. Contoh-contohnya,
mencakup iklan untuk produk, seperti, pakaian dalam, kondom, alkohol, produk
tembakau dan senjata api. Undang-undang mengatur beberapa iklan ini (misalnya,
tembakau tidak lagi dipromosikan dalam iklan televisi tetapi dapat ditonjolkan
dalam iklan cetak di majalah) dan banyak pemasang iklan hadir secara bijak dan
dengan akal sehat dalam promosi mereka. Namun beberapa perusahaan, seperti
Calvin Klein dan Victoria’s Secret, diserang karena terlalu eksplisit dalam
beriklan. Selain itu, para pelindung konsumen mengawasi secara ketat
iklan-iklan mengenai disfungsi ereksi yang dikeluarkan oleh Viagra dan Levitra.
Tanggung Jawab terhadap Karyawan
Aktivitas-aktivitas, seperti, Proses Perekrutan,
Penerimaan, Pelatihan, Promosi dan Pemberian Kompensasi, juga merupakan dasar
bagi tanggung jawab sosial korporasi terhadap karyawan.
Komitmen Hukum dan Sosial, Perilaku tanggung jawab secara sosial terhadap para
karyawan memiliki komponen hukum dan sosial. Menurut peraturan, bisnis tidak
dapat mempraktekan berbagai bentuk diskriminasi secara ilegal terhadap
orang-orang dalam setiap segi hubungan pekerjaan. Sebagai contoh, perusahaan
tidak dapat menolak mempekerjakan seseorang hanya karena masalah etnis atau
membayar orang lebih rendah dibanding dengan orang lain berdasarkan alasan
jenis kelamin. Tindakan-tindakan seperti itu hanya dapat dilakukan untuk
tuntutan pekerjaan saja. Perusahaan dikatakan memenuhi tanggung jawab hukum dan
sosialnya, apabila karyawannya diberi kesempatan yang sama tanpa memandang
faktor-faktor suku, jenis kelamin atau faktor lainnya yang tidak relevan.
Perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab itu menghadapi risiko kehilangan
karyawan yang produktif dan bermotivasi tinggi. Perusahaan tersebut juga
menghadapi risiko tuntutan hukum.
Akan tetapi menurut pandangan banyak orang, tanggung
jawab sosial terhadap karyawan tidak hanya kesetaraan kesempatan saja. Menurut
pandangan populer, korporasi harus berusaha keras untuk memastikan bahwa mereka
menyediakan lingkungan kerja yang aman, secara fisik maupun sosial. Perusahaan
juga wajib melindungi kesehatan para karyawannya dengan cara memberikan
kesempatan untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan tekanan kehidupan dan
preferensi hidup. Dari sudut pandang itu, tanggung jawab sosial terhadap para
pekerja dapat juga mencakup usaha membantu mereka mempertahankan keahlian kerja
yang sesuai dan ketika pemecatan atau penghentian perlu dilakukan, memperlakukan
mereka dengan rasa hormat dan belas kasih.
Komitmen Etis : Kasus Khusus Para Pengadu (Whistle-Blower), menghargai karyawan sebagai manusia juga berarti
menghargai perilaku mereka sebagai individu yang bertanggung jawab etis.
Sebagai contoh : anggaplah seorang karyawan menemukan bahwa perusahaanterlibat
dalam praktek-praktek yang ilegal, tidak etis atau tidak bertanggung jawab
secara sosial. Idealnya, karyawan itu dapat melaporkan masalahnya kepada level
manajemen yang lebih tinggi, dengan keyakinan bahwa manajernya akan
menghentikan praktek kotor itu.
Sering kali orang yang berusaha bertindak secara etis
dalam pekerjaannya berselisih pendapat dengan para atasannya. Jika tidak ada
seorang pun dalam organisasi tersebut yang mau bertindak, maka karyawan tersebut
dapat memilih untuk membiarkan masalah tersebut. Akan tetapi, kadang-kadang ada
individu yang memberi tahu badan hukum atau media massa. Di sini, orang
tersebut menjadi apa yang dikenal sebagai pengungkap praktek tidak etis (whistle-blower) - seorang karyawan
yang mendeteksi dan berusaha mengakhiri tindakan perusahaan yang tidak etis,
tidak legal atau tidak memiliki tanggung jawab sosial dengan cara
mempublikasikannya.
Sayangnya, whistle-blower kadang kala diturunkan dari
jabatan dan bahkan dipecat, ketika mereka mempublikasikan tuduhannya. Bahkan
apabila mereka mempertahankan pekerjaannya, mereka tetap diperlakukan sebagai
orang luar dan menerima kemarahan serta permusuhan dari teman-teman sekerjanya.
Banyak rekan kerja menganggap whistle-blower sebagai orang yang tidak dapat
dipercaya. Satu studi terbaru mengemukakan bahwa kira-kira separuh dari semua
whistle-blower khirnya dipecat dan kira-kira separuh yang dipecat itu akhirnya
kehilangan rumah dan/atau keluarga mereka.
Tanggung Jawab terhadap Penanam Modal
Karena pemegang saham merupakan pemilik perusahaan,
terdengar sangat jangggal apabila perusahaan mengabaikan para investornya. Para
manajer dapat menghindari tanggung jawab mereka kepada investor dengan beberapa
cara. Namun demikian, perilaku tidak bertanggung jawab terhadap para pemegang
saham sama artinya dengan merusak sumber daya keuangan perusahaan. Pada kasus
seperti itu, pihak yang pasti dirugikan adalah para pemilik saham yang tidak
menerima pendapatan atau dividen mereka. Perusahaan dapat pula bertindak tidak
bertanggung jawab terhadap para investor dengan cara memberikan keterangan yang
menyimpang mengenai sumber daya perusahaan.
Manajemen Finansial yang Tidak Wajar, Kadang kala, organisasi atau para pimpinan mereka
dinyatakan bersalah akibat penyimpangan manajemen keuangan yang dilakukan
secara terang-terangan – pelanggaran yang tidak etis tetapi tidak seluruhnya
ilegal. Sebagai contoh, beberapa perusahaan dituduh membayar gaji yang terlalu
besar bagi para manajer senior dan mengirim mereka ke tempat “peristirahatan”
di resor-resor yang eksotis dan mahal dan memberikan bonus seenaknya, termasuk
akses langsung pemakaian jet korporasi, uang jalan yang berlebihan dan
keanggotaan klub-klub mewah.
Pada situasi seperti ini, kreditor tidak dapat banyak
bertindak dan para pemegang saham hanya memiliki sedikit pilihan. Mencoba
memaksakan perubahan manajemen, misalnya, merupakan proses sulit yang dapat
menurunkan harga saham – Akibat buruk yang biasanya dihindari oleh para
pemegang saham.
Praktek-Praktek yang merupakan tindakan ilegal :
Cek Kosong, menuliskan
cek yang uangnya belum dikreditkan pada bank sewaktu cek tersebut dicairka.
Skema yang biasa terjadi, para manajer menaruh deposit cek sebanyak jumlah
tertentu, ke dalam tabungan perusahaan. Mengetahui kalau bank tidak akan
mengambil seluruh total deposit selama beberapa hari, mereka menulis cek
sebesar jumlah total yang didepositkan, mengetahui bahwa rekening mereka begitu
penting bagi bank sehingga cek ditalangi dulu hingga seluruh deposit terkumpul.
Insider Trading, Apabila seseorang menggunakan informasi rahasia untuk
mendapat keuntungan dari pembelian atau penjualan saham, maka orang tersebut
melakukan insider trading. Andaikan,
misalnya, saham suatu perusahaan saat inidiperdagangkan $50 per saham. Apabila
perusahaan yang lebih besar akan membeli perusahaan yang lebih kecil, maka
perusahaan tersebut harus membayar paling tidak $.75 per saham pihak mengontrol
(saham biasa). Dengan demikian, orang-orang yang sadar akan adanya akuisisi
sebelum IPO dapat mencari untung dengan cara membeli saham pada $.50 untuk
mengantisipasinya sebesar $.75 setelah proposal akuisisi diumumkan. Orang-orang
yang mengambil manfaat dari situasi tersebut umumnya meliputi para manajer di
kedua perusahaandan orang-orang inti pada perusahaan perbankan yang bekerja di
bidang pengaturan finansial.
Pada kasus yang lebih ekstrem lain, para eksekutif yang
diber informasi rahasia dapat mencegah kerugian finansial dengan menjual saham
yang nilainya mulai merosot. Tentu saja, menjual saham itu tidak melanggar
hukum, namun secara legal, anda dapat menjual hanya berdasarkan informasi
publik yang tersedia pada semua investor.
Penyimpangan Laporan Keuangan, Perilkau tertentu yang berkaitan dengan laporan keuangan
juga ilegal. Dalam mempertahankan dan melaporkan status keuangannya, setiap
korporasi harus tunduk pada praktek akuntansi yang diterima secara umum
(Generally Accepted Accounting Pratices – GAAP). Namun demikian, kadang kala
manajer memproyeksikan laba jauh melebihi penghasilan yang sebenarnya mereka
mungkin dapatkan; yang lain bahkan menyembunyikan kerugian dan/atau biaya untuk
menaikkan laba dalam pembukuan. Akan tetapi, bila kebenaran muncul, kehancuran
tak terhindarkan.
Mengimplementasikan Program Tanggung Jawab Sosial
Sejauh ini kita telah membahas tanggung jawab
sosial, seakan-akan terdapat kesepakatan mengenai cara organisasi harus
berperilaku. Sesungguhnya, terdapat perbedaan pendapat yang sengit sehubungan peran
tanggung jawab sosial sebagai tujuan bisnis. Beberapa orang, misalnya,
menentang setiap aktivitas bisnis yang mengancam laba. Sebaliknya, ada pula
yang berpendapat bahwa tanggung jawab sosial harus lebih diutamakan
dibandingkan laba.
Bahkan usahawan yang menyetujui pentingnya
tanggung jawab sosial akan mengutarakan alasan yang berbeda. Beberapa orang
yang skeptis terhadap proyek sosial yang disponsori ole bisnis, takut apabila
bisnis berkembang menjadi terlalu aktif, mereka akan memperoleh terlalu banyak
kontrol atas cara menjalankan proyek yang ditujukan untuk masyarakat umum
tersebut. Para pengkritik menunjukkan bahwa banyak bisnis telah berhasil
menekan badan-badan pemerintah yang seharusnya mengatur industri mereka. Kritik
lain mengatakan bahwa organisasi bisnis kurang memiliki pakar yang diperlukan
untuk menjawab permasalahan sosial. Mereka berpendapat, misalnya, seharusnya
pakar teknik, bukan pakar bisnis yang harus memutuskan cara membersihkan
sungai-sungai yang terpolusi.
Pendukung tanggung jawab sosial yakin bahwa
korporasi juga merupakan warga negara dan dengan demikian harus membantu
memperbaiki hidup warga lain. Yang lainnya menegaskan sumber daya besar yang
dikontrol oleh bisnis-bisnis dan mengingatkan bahwa mereka sebenarnya berperan
menciptakan banyak masalah, yang kemudian di rancang untuk dihilangkan lewat
program-program sosial tersebut.
Pendekatan Tanggung Jawab Sosial
Mengingat adanya perbedaan pendapat, tidaklah
mengherankan jika korporasi menerapkan pendekatan tanggung jawab sosial yang
berbeda-beda. Tidak mengejutkan juga jika korporasi menerapkan berbagai posisi
dalam tanggung jawab sosial.
Gambar 3.6
Spektrum Pendekatan Tanggung
Jawab Sosial Korporasi
|
|


|
Mengidentifikasikan empat pendekatan umum tanggung jawab
sosial dan menjelaskan empat tahap yang harus diambil perusahaan untuk
mengimplementasikan program tanggung jawab sosial.
Sikap Obstruktif, adalah pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan
seminimal mungkin dan mungkin melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi
pelanggaran yang dilakukan.
Sejumlah organisasi yang mengambil sikap obstruktif
terhadap tanggung jawab sosial biasanya melakukan usaha seminimal mungkin untuk
memecahkan masalah-masalah sosial atau lingkungan. Apabila mereka menghadapi
batasan etis atau legal yang memisahkan praktek yang dapat diterima dan praktek
yang tidak dapat diterima, tanggapan mereka biasanya menolak atau
menyembunyikan tindakan mereka. Perusahaan yang menganut pendapat ini tidak
terlalu peduli dengan perilaku etis dan umumnya sedapat mungkin akan
menyembunyikan tindakannya yang salah.
Sikap Defensif, adalah pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan
hanya memenuhi persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap
kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Jadi pendekatan ini, organisasi
perusahaan akan melakukan apa saja yang disyaratkan oleh peraturan hukum tetapi
tidak lebih dari itu. Pendekatan ini merupakan yang paling konsisten dengan
tanggung jawab sosial korporasi. Para manajer yang mengambil sikap defensif
biasanya merasa bahwa pekerjaan mereka adalah menghasilkan laba. Perusahaan
seperti itu, misalnya, akan memasang peralatan pengontrol polusi sesuai dengan
yang disyaratkan peraturan, tetapi tidak akan memasang peralatan dengan
kualitas lebih tinggi walaupun alat itu dapat lebih membatasi polusi.
Sikap Akomodatif, adalah pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan,
dengan melakukannya, apabila diminta, melebihi persyaratan hukum minimum dalam
komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Jadi
perusahaan yang menerapkan sikap akomodatif, memenuhi persyaratan hukum dan
etis tetapi juga mau bertindak lebih jauh pada saat-saat tertentu. Perusahaan
seperti itu secara sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam program-program
sosial, tetapi para pencari sumbangan harus terlebih dahulu meyakinkan mereka
bahwa program tersebut bermanfaat bagi mereka. Intinya adalah seseorang harus
menemui mereka dan meminta: organisasi yang menerapkan sikap akomodatif ini
tidak merasa perlu atau tidak secara proaktif mencari kesempatan untuk
menyumbang.
Sikap Proaktif, adalah pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan,
yaitu secara aktif mencari peluang untuk memberikan sumbangan demi
kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Sikap ini
adalah tingkatan tertinggi tanggung jawab sosial yang dapat diperlihatkan
perusahaan, dimana perusahaan yang menerapkan pendekatan ini sungguh-sungguh
melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Mereka melihat dirinya sebagai warga masyarakat
dan secara proaktif mencari kesempatan untuk memberikan sumbangan. Cara yang
paling umum – dan langsung – untuk melaksanakan sikap ini adalah mendirikan
yayasan yang dapat menyalurkan dukungan finansial langsung bagi berbagai
program sosial.
Mengelola Program Tanggung Jawab Sosial
Agar perusahaan bertanggung jawab secara sosial sesuai
dengan pendekatan di atas, diperlukan program yang diorganisir dan dikelola
dengan cermat. Khususnya, para manajer
harus melangkah tahap demi tahap demi mengembangkan tanggung jawab sosial
secara keseluruhan dalam perusahaan.
1.
Tanggung jawab sosial harus dimulai dari atas dan
dianggap sebagai satu faktor utama dalam perencanaan strategis. Tanpa dukungan manajemen puncak, tidak akan ada program
yang berhasil. Jadi, manajemen puncak harus memperlihatkan dukungan yang kuat
terhadap tanggung jawab sosial dan mengembangkan kebijakan yang memperlihatkan
komitmen itu.
2.
Komite manajer puncak harus mengembangkan rencana yang
merinci level dukungan manajemen. Beberapa perusahaan menetapkan besarnya persentase laba yang diperoleh
untuk disumbangkan pada program-program persoalan. Contoh, Levi Strauss
menetapkan 2,4 persen dari pendapatan sebelum pajak untuk proyek-proyek yang
berguna. Para manajer juga harus menetapkan prioritas, misalnya; perlukah
perusahaan melatih penganggur kelas berat atau mendukung kegiatan seni.
3.
Seorang eksekutif harus diberi tanggung jawab atas agenda
perusahaan. Entah peranan itu
diciptakan sebagai pekerjaan terpisah atau ditambahkan ke pekerjaan yang telah
ada, eksekutif terpilih harus memonitor program itu dan menjamin agar
implementasinya konsisten dengan kebijakan dan rencana strategis perusahaan.
4.
Organisasi harus melaksanakan audit sosial: analisis
sistematis mengenai keberhsilan perusahaan menggunakan dana yang telah
ditetapkan untuk tujuan tanggung jawab sosial. Tinjaulah kasus perusahaan yang di dalam rencana
strategisnya menetapkan pengeluaran $.100,000 untuk melatih pengangguran kelas berat dan mempekerjakan 180 dari
mereka. Jika pada akhir tahun perusahaan tersebut mengeluarkan $.98,000 melatih
210 orang dan mempekerjakan 175 orang, audit sosial akan menyatakan program
tersebut berhasil. Tetapi, apabila program tersebut memerlukan $150,000, hanya
melatih 90 orang dan hanya mempekerjakan 10 orang dri mereka, audit akan
memperlihatkan kegagalan program tersebut. Kegagalan harus mengarah pada
tinjauan ulang atas implementasi dan prioritas program tersebut.
Tanggung Jawab Sosial dan Bisnis Kecil
Konteks ini adalah menjelaskan pengaruh masalah-masalah
tanggung jawab sosial dan etika terhadap bisnis berskala kecil.
Sebagai pemilik toko pemasok kebun,
bagaimana tanggapan anda atas nasihat pemeriksa gedung bahwa pembayaran tunai
akan mempercepat aplikasi izin membangun ? Sebagai manajer toko minuman keras,
apakah anda akan memanggil polisi, menolak untuk menjual atau menjual kepada
seorang pelanggan yang kartu identitasnya palsu ? Sebagai pemilik laboratorium
kecil, apakah anda akan memanggil dewan kesehatan wilayah untuk menjamin bahwa
dewan tersebut telah memberikan izin kepada perusahaan yang akan anda kontrak
untuk membuang sampah kesehatan ? Siapa sebenarnya yang akan dirugikan apabila
suatu perusahaan kecil menambah neraca penghasilannya untuk membantu
mendapatkan pinjaman dari bank ?
Kebanyakan
contoh dari bab ini menggambarkan tanggapan bisnis berskala besar terhadap
permasalahan etika dan tanggung jawab sosial. Akan tetapi, contoh-contoh di
atas, jelas memperlihatkan bahwa bisnis berskala kecil harus menjawab banyak
pertanyaan serupa. Perbedaannya hanya ada pada skala.
Pada
saat yang bersamaan, hal-hal itu sebagaian besar merupakan isu etika individu.
Bagaimana dengan isu tanggung jawab sosial ? dapatkah, sebagai contoh, bisnis
berskala kecil membiayai agenda sosial ?
Jelas
bahwa etika dan tanggung jawab sosial merupakan keputusan yang dihadapi oleh
semua manajer di seluruh organisasi, tidak peduli peringkat ukurannya. Satu
kunci keberhasilan bisnis adalah memutuskan sejak awal cara menanggapi
permasalahan yang mendasari pertanyaan-pertanyaan etika dan tanggung jawab
sosial.
Kami adalah sekelompok individu yang memberikan pinjaman serius dan cepat
BalasHapustingkat tahunan sebesar 2% bunga sesuai dengan jumlah yang Anda
ingin * Keuangan
* Real Estat Pinjaman * Kredit Investasi Pinjaman * Auto * Utang
Margin Pinjaman * Konsolidasi * Kedua Mortgage * Pembelian Kembali kredit
* Personal Loan *, Anda dapat mengirimkan permintaan Anda untuk pinjaman ke
email: judithfranklinloanfirm@gmail.com
Terima Kasih